Masyarakat Indonesia menghadapi tantangan serius dengan isu stunting pada anak-anak. Stunting, atau kondisi di mana anak mengalami pertumbuhan yang terhambat akibat kekurangan gizi, membawa dampak jangka panjang pada kesehatan dan perkembangan individu. Di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, angka stunting masih tinggi meskipun berbagai upaya telah dilakukan. Dalam konteks ini, pendekatan berbasis budaya lokal menjadi penting. Dengan memanfaatkan tradisi dan kebiasaan setempat, strategi pencegahan stunting dapat lebih diterima dan efektif di tengah masyarakat.

Keterkaitan antara budaya dan kesehatan tidak bisa diabaikan. Tradisi lokal sering kali sudah mengakar dalam kehidupan sehari-hari, membuatnya lebih mudah diterima oleh masyarakat. Selain itu, budaya lokal juga dapat menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan informasi dan mendorong perubahan perilaku yang diperlukan untuk mencegah stunting. Dengan demikian, kombinasi antara pendekatan budaya dan intervensi kesehatan dapat menghasilkan hasil yang lebih baik dalam jangka panjang.

Pentingnya Pendekatan Budaya dalam Pencegahan Stunting

Pendekatan budaya memiliki keunggulan unik dalam pencegahan stunting. Ketika masyarakat merasa bahwa intervensi kesehatan tidak bertentangan dengan nilai-nilai lokal, mereka lebih mungkin menerima dan menerapkan perubahan. Sebagai contoh, di Wajo, tradisi lokal seperti "mappadendang" yang berfokus pada kebersamaan bisa menjadi momen untuk penyuluhan kesehatan. Masyarakat berkumpul, mendengarkan, dan berbagi pengetahuan yang bermanfaat bagi kesehatan anak-anak mereka.

Lebih jauh, pendekatan budaya memudahkan komunikasi. Bahasa lokal dan simbol-simbol budaya yang sudah dikenal dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Ini bukan hanya meningkatkan pemahaman tetapi juga membangun kepercayaan di antara masyarakat. Ketika masyarakat percaya kepada para pelaku kesehatan, mereka lebih mungkin mengikuti rekomendasi yang diberikan. Oleh karena itu, integrasi budaya dalam program kesehatan harus menjadi prioritas dalam pencegahan stunting.

Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua aspek budaya mendukung kesehatan. Beberapa kebiasaan mungkin perlu diubah atau disesuaikan agar sesuai dengan tujuan kesehatan. Di sinilah dialog antara pemimpin komunitas dan tenaga kesehatan menjadi penting. Dengan saling menghormati dan bekerja sama, mereka dapat menemukan cara untuk menjaga nilai-nilai positif sambil mengurangi praktik yang merugikan kesehatan anak.

Mengintegrasikan Tradisi Lokal untuk Kesehatan Anak

Di Wajo, banyak tradisi lokal dapat dimanfaatkan untuk mendukung kesehatan anak. Salah satu contohnya adalah praktik "massure" atau pijat bayi yang dipercaya dapat memperkuat fisik anak. Praktik ini bisa dikombinasikan dengan penyuluhan nutrisi, sehingga orangtua tidak hanya mempraktikkan pijat, tetapi juga memahami pentingnya asupan gizi seimbang. Dengan cara ini, pengintegrasian tradisi lokal dapat memperkuat strategi pencegahan stunting.

Selain itu, kegiatan kebersamaan seperti "maccera’ manurung" yang biasanya dilaksanakan sebagai ungkapan syukur dapat dijadikan ajang penyuluhan kesehatan. Dalam acara ini, tenaga kesehatan bisa memanfaatkan kesempatan untuk berbicara tentang pentingnya nutrisi dan sanitasi. Dengan cara ini, masyarakat tidak merasa digurui, melainkan merasa bahwa kesehatan adalah bagian dari kegiatan tradisional yang sudah mereka kenal.

Peran tokoh adat dan pemimpin masyarakat tidak kalah pentingnya. Mereka dapat menjadi jembatan antara pelaku kesehatan dan masyarakat. Dengan dukungan mereka, pesan-pesan kesehatan lebih mudah diterima. Jadi, kolaborasi dengan tokoh-tokoh ini harus menjadi bagian integral dari strategi pencegahan stunting yang berbasis budaya lokal di Wajo. Hal ini akan memastikan bahwa upaya kesehatan tidak hanya berkelanjutan tetapi juga efektif.